Oleh: Yayang Deta Mey Mareta
Kring… kring… kring…
Suara
jam beker berbunyi tepat menunjukan pukul 4.00 WIB yang berada diatas meja
kecil di samping tempat tidurnya. Dinginnya angin subuh masih menusuk tulang
saat jendela kamar terbuka. Hal itu tidak membangkitkan semangat setelah
seminggu yang lalu ia ditinggal pergi ibunya. Ayahnya yang meninggal saat
kelulusan SMA _2 tahun yang lalu_ menambah kesedihan dalam hidupnya. Seorang
kakak satu-satunya tak ada peduli sedikit pun akan musibah yang dialami
keluarganya. Kini hanya rumah sederhana dan sepetak taman bunga serta kios
bunga di depan rumah yang di wariskan kedua orang tuanya itu.
Seperti hari-hari kemarin ia tetap menjalani kehidupan yang sederhana seperti
biasanya tanpa banyak berkeluh kesah. Walaupun tanpa suara cerewet ibu
tercinta, tanpa perintah yang terkadang membosankannya, juga tanpa. . . “Ah,
aku tak boleh terus meratapinya seperti ini. Toh ibu sudah tenang di alam sana”
bisiknya dalam hati. Kemudian ia melangkah pergi mengambil iair wudlu.
“Mawar! Cepat buatkan aku sarapan!” teriak kakaknya dari kamar sebelah. Hal itu
mengagetkan Mawar _begitu ia sering disapa_ ketika ia terlamun dalam doanya
setelah tadi salat subuh, cepat ia bangun dan mengenakan jilbab yang biasa ia
pakai.
“Iya, Kak! Sebentar, saya buatkan nasi goreng saja. Persediaan beras kita
semakin berkurang!” Suara lembutnya berucap.
Sebagai seoarang kakak laki-laki, ia tak bisa diandalkan. Jangankan untuk
membiayai kehidupan adiknya, untuk diri sendiri saja dia tak mampu. Apa yang
bisa di andalkan dari laki-laki pengangguran seperti Ridwan. Sudah hampir
setahun ia berpisah dengan istri yang memberinya satu anak perempuan.
Kemalasannya membuat mereka berpisah.
***
Gadis yang menyelesaikan pendidikannya sampai Sakolah Menengah Atas ini, tak
kalah semangatnya dengan teman sebayanya yang melanjutkan kuliah. Dia salah
satu siswi yang rajin, cukup pandai, dan berprestasi di sekolahnya, sampai
mendapatkan kesempatan mendapatkan beasiswa di salah satu Universitas elite di
daerah tempat tinggalnya. Namun, karena ketidakadilan kalangan atas ia pun
gagal menjadi mahasiswi di Universitas itu. Sejak saat itu, ia hanya pergi dari
rumah ke rumah untuk menjadi guru les Bahasa. Ia juga membantu ibunya bejualan
di kios bunga. Tapi itu dulu. Kini hanya kios peninggalan itulah tempat ia
menyambung hidup. Tak ada waktu untuk pergi kesana-sini _untuk mengajar_. Dan kini
ia hanya membuat cerpen untuk salah satu majalah sastra di kotanya sebagai
kerja sampingannya. Upahnya lumayan untuk makan sehari dua hari.
“Untuk membuat karya tulis seperti itu, kau harus sering mambaca! Akan banyak
inspirasi hingga dapat dituangkan dalam tulisan yang akan kau buat nanti.”
Jelasnya pada Sandra, _tetangganya yang 3 tahun lebih muda darinya_.
“Saya banyak belajar dari kakak. Penjelasan dari kakak cukup memberi pencerahan
pada saya” kata Sandra.”Terima kasih, Kak!”
Sandra
sering menemani Mawar berjualan di kios yang memang dekat dari rumahnya. Kios
itu di pinggir jalan, tak jauh dari Tempat Pemakaman Umum dan tak jarang pula orang
membeli bunga disana. Cukup strategis.
“Mbak!
Tolong bunga anggreknya” kata salah satu pembeli.
“Ini
bagus, Mas! Masih segar, baru saya petik dari taman” paparnya.
“Berapa?”
“75.000
rupiah saja!”
“Ini
uangnya. Ambil saja kembaliannya!” sambil memberikan uang Rp 100.000,-
“Ohh,
terima kasih banyak Mas!”
Begitu
setiap hari ia jalani di kios bunga. Ada saja orang yang berbaik hati
memberinya sedikit bonus, dan tak jarang pula orang yang justru terlalu murah
menawar bunga.
Sore
harinya. Mawar pergi ke pemakaman, yang bernisan kayu tertancap di atas pusaran
orang tuanya. Dengan setangkai mawar merah yang ia letakan, dan ia ganti tiap minggunya,
serta ia kirim doa-doa untuk almahum kedua orang tuanya.
***
Sabtu pagi. Tepat satu bulan setelah kepergian ibunya, ia pergi ketaman.
Menyirami dan memberi pupuk adalah kegiatan yang rutin ia lakukan disana.
Tampak setangkai mawar merah merekah indah di tengah bunga-bunga yang lain.
Warnanya cukup menghibur hati, membangkitkan semangat bagi siapa saja yang
melihatnya. Wangi tak kalah menggiurkan, terbawa semilir angin yang sejuk di
pagi yang cerah itu. Seakan membawa senyum ibunya dari surge. Langkah demi
langkah ia mendekati mawar itu. Tak terasa air mata pun membasahi pipinya,
seperti embun di mawar itu. Satu bulan ia tunggu, bibit mawar dari ibunya kini
menjelma menjadi bunga yang begitu indah.
Di seberang jalan. Antara pasangan muda tengah terjadi pertengkaran yang cukup
menarik perhatian bagi orang yang lalu-lalang di trotoar. Kejadian itu
mengagetkan Mawar yang terpaku dihadapan bunga mawar merah.
“Aduh lupa!” Ucap Mawar. “Aku sedang memasak air.”
Kemudian ia pergi ke
dapur, berlari kecil.
Sementara itu di depan kios Mawar,
terjadi percakapan.
“Tunggu, Ririn! Aku hanya ingin tahu apa alasan mu lebih memilih dia.” Tanya lelaki
itu.
“Karena aku lebih bahagia bersamanya. Dia memberiku kebasan, tak pernah
mengomentari kehidupanku.” Balas perempuan yang cantik itu. Dengan rok mini dan
gaun merah muda, menambah keindahan bagi kaum Adam yang melihatnya.
“Tapi.
. . Kulakukan itu untuk kebaikanmu juga.”
“Sudahlah. Anggap saja hubungan kita telah berakhir. Dan aku tak butuh ceramah
darimu!” sambil melangkah pergi, dan melepaskan tangan Derry yang sejak tadi
menggenggamnya, sangat erat. “Ririn!”
Dengan
kesal ia tak sengaja melihat ada setangkai bunga yang begitu indah di taman
kecil pinggir trotoar. Tanpa pikir panjang, kemudian ia petik dengan harapan
dapat merayu pacar yang meninggalkannya itu untuk meminta maaf.
Ketika itu, Mawar berjalan di depan pintu untuk membuka kiosnya. Dan diambang
pintu ia melihat laki-laki itu berlari dan membawa setangkai mawar merah.
“Hey.
. .! Jangan kau petik bunga itu!”
Apa mau dikata.
Lelaki itu langsung lari. Tanpa menghiraukan Mawar.
“Kenapa harus mawar itu?” desah Mawar “Kenapa?” ia tersungkur di depan pintu
dan tak henti menangis.
***
Entah kenapa lelaki tadi kembali.
Melihat perempuan berjilbab sedang menangis sendiri di kios bunga, ia pun
berhenti dan berkata. “Kenapa gadis cantik sepertimu menagis sendiri disini?”
Mawar punmengusap air
matanya.
“Saya. . .” sambil menghapus air mata dan melihat siapa yang menegurnya.
“Kamu?? Kamu yang tadi memetik bunga saya, kan?” ia terbangun dari kursinya.
Lelaki itu kaget.
“Ohh,
itu tanaman kamu?? Biar saya ganti. Berapa?”
“Bunga itu tak ternilai harganya! Semua uangmu takkan cukup mengganti bunga
itu.” Tanpa henti ia menangis.
“hmm, terserah apa katamu! Saya rasa ini cukup untuk membeli lagi bibit baru”. Lalu
menyimpan sejumlah uang seratus ribuan di atas meja kios.
“Sebaiknya kamu ambil saja uang itu. Saya tidak membutuhkannya.”
“What ever!” Berlalu tanpa pamit menuju BMW S 500 silver di seberang jalan.
“Kamu tidak akan mengerti arti penting bunga mawar itu. Bunga pertama dari
bibit yang saya tanam bersama almarhumah ibu.”
Dari rumah terdenger
suara kakaknya memanggil.
“Mawar!” panggil kakaknya. “Mawar!” suaranya mengeras.
“Ia, Kak! Sebentar!”
“Tolong belikan kopi di warung depan.”
“Kenapa tidak beli sendiri? Toh tidak ada kerjaan kan?”
“Jangan ceramah seperti ibu! Mau, kamu durhaka pada kakakmu ini?”
Mawar menurut saja.
“Percuma
saja bicara pada Kakak. Takkan ia dengar!”
Malam kian larut, hanya suara mesin kendaraan yang lalu-lintas di jalan raya
depan rumah. Mawar terbangun. Ia pergi salat Tahajud. Ia berdoa untuk ibu dan
ayahnya. Teringat kejadian tadi pagi membuat ia terlelap dalam sujudnya.
Jarum
jam tak henti berputar pada porosnya, hingga ia terbangun oleh kokok ayam
jantan tetangga, setelah tertidur selepas salat tadi malam.
***
Sejak kejadian minggu kemarin, Derry sering datang ke kios Mawar. Hanya sekedar
membeli setangkai mawar merah _entah ada apa dibalik itu semua_. Tak terasa
kedekatan itu pun berlanjut. Derry seorang anak pengusaha besar di kotanya,
berubah drastis seperti yang dikatakan ibunya yang pernah datang ke kios Mawar
setelah beberapa hari membuntuti Derry. Pasa awalnya Ibu Derry mengetahui sosok
Mawar _perempuan yang dikagumi anaknya_ hanya dari kisah yang sering Derry
ceritakan. Mengetahui Mawar berasal dari kalangan orang yang tidak mampu _tidak
sederajat status sosialnya_ Ibu Maryam sangat tidak menyukai Mawar. Sampai
suatu hari, Ibu Maryam mengikuti anaknya ke kios Mawar. Dan akhirnya Ibu Maryam
mengetahui bahwa Mawar adalah sahabat baik Ibu Mawar, mereka berpisah saat Ibu
Maryam dilamar ayah Derry_yang seorang pengusaha_.
“Derry
sebenarnya anak malas, jarang masuk kuliah. Ia juga sering menghambur-hamburkan
uang pemberian ayahnya untuk berpesta bersama teman-temannya. Namun, beberapa
minggu ini semua kebiasaan Derry menghilang. Mungkin ia berpikir dan
terpengaruh oleh kehadiranmu, Mawar!” tutur Ibu Maryam panjang lebar.
Ditengah
tahajudnya, Saat melantunkan doa untuk kedua orang tuanya, Mawar meneteskan air
mata. Entah karena apa. “Mungkin karena kehadiaran lelaki itu!” ujarnya, “Ah,
tak mungkin secepat ini.”
Kau telah mencuri
hatiku
Seperti dulu,
Dengan mudah kau
petik mawar
Kini aku masuk
perangkapmu
Terjaring perasaan
yang membekukan kalbu
Singkat. . . Tepat di
tengah jantung Mawar!!
Delapan bulan kemudian.
. .
“Kau
gadis yang baik, yang pernah ku kenal.”
“Tak ada manusia yang sempurna. Semuanya sama!”
“Tapi taukah kau? Hanya orang yang jatuh cintalah yang melihat suatu
kesempurnaan pada lawan jenisnya!”
Mawar hanya terpaku. Mencermati perkataan Derry barusan. “Jatuh cinta?”
bisiknya dalam hati. “Mungkinkah. . .”
“Mawar! Aku ingin menikahimu. Setelah beberapa bulan kita bersahabat, aku rasa sudah
cukup mengenal kepribadianmu yang istimewa.” Kata Derry. “Aku ingin menemanimu sebagai
mukhrim yang sah, seperti yang sering kau katakan itu.” Derry memperlihatkan
wajah seriusnya.
“Entah dengan kalimat apa, harus aku sampaikan untuk mengucapkan terima kasih
padamu. Jika niatmu tulus menikahiku, aku akan berbesar hati menerimanya.”
“Benarkah? Sungguh aku merasa jadi laki-laki yang paling bahagia!”
Mawar hanya memberikan senyuman kecil dari bibirnya yang merah tanpa polesan lipstick sedikit pun.
Ini adalah sebuah
pilihan..!!
Jika Tuhan memberkati
hubungan kami,
Ijinkan ikatan itu
bersanding atas sunah Rosul-Mu,
Semoga kelak, menuntunku
di jalan yang Kau ridai..
Syukur
aku panjatkan pada-Mu..
Dan inilah yang
terbaik bagiku, Bagi kami..
***TAMAT***
A.
Sinopsis
Pengarang menceritakan Mawar, seorang gadis
solehah yang hidup bersama seorang kakaknya setelah kedua orang tuanya
meninggal. Ia bekerja keras berjualan bunga di sebuah kios yang berada di depan
rumahnya untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari. Sedangkan kakaknya, hanya
pengangguran yang malas. Sampai suatu
pagi, mawar yang ia tanam bersama ibunya _dulu_, hari itu kuncupnya merah
merekah, menebarkan aroma yang wangi, seakan membawa senyuman ibunya dari
surga. Namun tiba-tiba ada seorang laki-laki yang memetik bunga itu. Mawar tak
mampu berbuat apa-apa selain menangis dan meratapinya. Karena bunga itu tak
dapat ia nikmati sampai layu dan berguguran dengan sendirinya. Laki-laki yang memetik mawar di taman
pagi itu _Derry namanya_, sering mendatangi kios Mawar. Ia kagum dengan
kepribadian Mawar, sejak pertama mereka bertemu.
Namun, Ibu Maryam tidak menyukai hal
itu karena Mawar berasal dari keluarga yang tidak sederajat dengan Derry yang
seorang anak pengusaha sukses. Ia mengikuti Derry, sampai akhirnya ia tahu
bahwa Mawar adalah anak sahabat karibnya dulu. Dengan kesabaran dan kerja keras
Mawar dalam menghadapi kakaknya, akhirnya dapat mengubah kakaknya menjadi
seorang yang rajin dan bertanggung jawab. Terutama pada anak dan mantan
isterinya.
Di akhir cerita. pengarang juga
menyampaikan bagaimana kesungguhan Derry dalam mencintai dan menyayangi Mawar
dengan melamarnya saat ia sedang berziarah di makam orang tuanya.
B.
Unsur Intrinsik
Adapun unsur intrinsik yang terkandung
dalam cerpen diatas adalah sebagai berikut.
1.
Tema : Cinta Mawar
2.
Alur/plot
Adapun tahapan-tahapan alur dalam
cerpen diatas, yaitu.
a. Tahap Perkenalan : terdapat pada bagian
ke 1 dan 2.
b. Tahan Permasalahan : terdapat
pada bagian ke 3.
c. Tahap Klimaks : terdapat pada
bagian ke 4.
d.
Tahap Penyelesaian : terdapat pada bagian ke 5.
3.
Latar
Dalam cerpen ini terdapat beberapa
latar yang digunakan, diantaranya sebagai berikut.
a.
Latar Tempat : sebuah rumah, kios, dan pemakaman umum di
tengah kota.
b.
Latar Waktu : latar waktu dalam cerpen didominasi pada saat
pagi hari, sore hari, dan malam hari.
Contoh : “Malam kian larut, hanya
suara mesin kendaraan yang lalu-lintas di jalan raya depan rumah. Mawar
terbangun. Ia pergi salat Tahajud. Dan teringat kejadian tadi pagi, sampai ia
terlelap dalap sujudnya.”
c.
Latar Sosial : Latar sosial yang digunakan adalah kehidupan
seorang gadis penjaga kios dengan keluarga pengusaha.
d.
Latar Ruang : Kamar, kios.
4.
Tokoh dan Karakter : -Mawar (tokoh utama/protagonis), seorang gadis
solehah yang rajin, pekerja keras dan bertanggung jawab.
-Derry, (tokoh utama/protagonis), baik, tidak sombong, tidak
membedakan status sosial, sungguh-sungguh.
-Ibu Maryam (tokoh tambahan/antagonis), sombong, membedakan
status sosial.
-Ridwan (tokoh tambahan/tritagonis), pemalas, tidak
bertanggung jawab.
-Sandra (tokoh tambahan/protagonis), baik, suka membantu.
5.
Penokohan : Secara dramatikal
6.
Sudut Pandang : Orang pertama sebagai tokoh utama
7.
Gaya Bahasa : Bahasa yang digunakan adalah bahasa
sehari-hari yang mudah dimengerti serta digunakan beberapa majas yang menambah
keindahan bahasanya.
8.
Amanat : -Kita harus rajin membantu orang tua, berbakti
kepada yang lebih tua, selalu mendoakan (walaupun sudah tiada).
-tidak boleh membedakan status sosial antar sesama manusia.
-bersungguh-sungguh dalam mencapai tujuan.
C.
Unsur Ekstrinsik
1.
Unsur Agamis : Selalu mendoakan orang tua, walaupun sudah
meninggal dengan berziarah ke makamnya.
2.
Unsur Moral : Berbakti kepada kakak, walaupun kakaknya tidak
memperdulikannya.
3.
Unsur Didaktis : Rajin belajar untuk mencapai cita-cita, rajin bekerja/berusaha
walupun kemampuan dari segi ekonomi terbatas.
4.
Unsur Sosial : Tidak membedakan status sosial/harta dan
kedudukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar