Jumat, April 06, 2012

Tugas Bahasa: Cerpen

About My Task

Oleh: Yayang Deta Mey Mareta

Kring… kring… kring…
Suara jam beker berbunyi tepat menunjukan pukul 4.00 WIB yang berada diatas meja kecil di samping tempat tidurnya. Dinginnya angin subuh masih menusuk tulang saat jendela kamar terbuka. Hal itu tidak membangkitkan semangat setelah seminggu yang lalu ia ditinggal pergi ibunya. Ayahnya yang meninggal saat kelulusan SMA _2 tahun yang lalu_ menambah kesedihan dalam hidupnya. Seorang kakak satu-satunya tak ada peduli sedikit pun akan musibah yang dialami keluarganya. Kini hanya rumah sederhana dan sepetak taman bunga serta kios bunga di depan rumah yang di wariskan kedua orang tuanya itu.
            Seperti hari-hari kemarin ia tetap menjalani kehidupan yang sederhana seperti biasanya tanpa banyak berkeluh kesah. Walaupun tanpa suara cerewet ibu tercinta, tanpa perintah yang terkadang membosankannya, juga tanpa. . . “Ah, aku tak boleh terus meratapinya seperti ini. Toh ibu sudah tenang di alam sana” bisiknya dalam hati. Kemudian ia melangkah pergi mengambil iair wudlu.
            “Mawar! Cepat buatkan aku sarapan!” teriak kakaknya dari kamar sebelah. Hal itu mengagetkan Mawar _begitu ia sering disapa_ ketika ia terlamun dalam doanya setelah tadi salat subuh, cepat ia bangun dan mengenakan jilbab yang biasa ia pakai.
            “Iya, Kak! Sebentar, saya buatkan nasi goreng saja. Persediaan beras kita semakin berkurang!” Suara lembutnya berucap.
            Sebagai seoarang kakak laki-laki, ia tak bisa diandalkan. Jangankan untuk membiayai kehidupan adiknya, untuk diri sendiri saja dia tak mampu. Apa yang bisa di andalkan dari laki-laki pengangguran seperti Ridwan. Sudah hampir setahun ia berpisah dengan istri yang memberinya satu anak perempuan. Kemalasannya membuat  mereka berpisah.
***
            Gadis yang menyelesaikan pendidikannya sampai Sakolah Menengah Atas ini, tak kalah semangatnya dengan teman sebayanya yang melanjutkan kuliah. Dia salah satu siswi yang rajin, cukup pandai, dan berprestasi di sekolahnya, sampai mendapatkan kesempatan mendapatkan beasiswa di salah satu Universitas elite di daerah tempat tinggalnya. Namun, karena ketidakadilan kalangan atas ia pun gagal menjadi mahasiswi di Universitas itu. Sejak saat itu, ia hanya pergi dari rumah ke rumah untuk menjadi guru les Bahasa. Ia juga membantu ibunya bejualan di kios bunga. Tapi itu dulu. Kini hanya kios peninggalan itulah tempat ia menyambung hidup. Tak ada waktu untuk pergi kesana-sini _untuk mengajar_. Dan kini ia hanya membuat cerpen untuk salah satu majalah sastra di kotanya sebagai kerja sampingannya. Upahnya lumayan untuk makan sehari dua hari.
            “Untuk membuat karya tulis seperti itu, kau harus sering mambaca! Akan banyak inspirasi hingga dapat dituangkan dalam tulisan yang akan kau buat nanti.” Jelasnya pada Sandra, _tetangganya yang 3 tahun lebih muda darinya_.
            “Saya banyak belajar dari kakak. Penjelasan dari kakak cukup memberi pencerahan pada saya” kata Sandra.”Terima kasih, Kak!”
Sandra sering menemani Mawar berjualan di kios yang memang dekat dari rumahnya. Kios itu di pinggir jalan, tak jauh dari Tempat Pemakaman Umum dan tak jarang pula orang membeli bunga disana. Cukup strategis.
“Mbak! Tolong bunga anggreknya” kata salah satu pembeli.
“Ini bagus, Mas! Masih segar, baru saya petik dari taman” paparnya.
“Berapa?”
“75.000 rupiah saja!”
“Ini uangnya. Ambil saja kembaliannya!” sambil memberikan uang Rp 100.000,-
“Ohh, terima kasih banyak Mas!”
Begitu setiap hari ia jalani di kios bunga. Ada saja orang yang berbaik hati memberinya sedikit bonus, dan tak jarang pula orang yang justru terlalu murah menawar bunga.
Sore harinya. Mawar pergi ke pemakaman, yang bernisan kayu tertancap di atas pusaran orang tuanya. Dengan setangkai mawar merah yang ia letakan, dan ia ganti tiap minggunya, serta ia kirim doa-doa untuk almahum kedua orang tuanya.
***
            Sabtu pagi. Tepat satu bulan setelah kepergian ibunya, ia pergi ketaman. Menyirami dan memberi pupuk adalah kegiatan yang rutin ia lakukan disana. Tampak setangkai mawar merah merekah indah di tengah bunga-bunga yang lain. Warnanya cukup menghibur hati, membangkitkan semangat bagi siapa saja yang melihatnya. Wangi tak kalah menggiurkan, terbawa semilir angin yang sejuk di pagi yang cerah itu. Seakan membawa senyum ibunya dari surge. Langkah demi langkah ia mendekati mawar itu. Tak terasa air mata pun membasahi pipinya, seperti embun di mawar itu. Satu bulan ia tunggu, bibit mawar dari ibunya kini menjelma menjadi bunga yang begitu indah.
            Di seberang jalan. Antara pasangan muda tengah terjadi pertengkaran yang cukup menarik perhatian bagi orang yang lalu-lalang di trotoar. Kejadian itu mengagetkan Mawar yang terpaku dihadapan bunga mawar merah.
            “Aduh lupa!” Ucap Mawar. “Aku sedang memasak air.”
Kemudian ia pergi ke dapur, berlari kecil.
            Sementara itu di depan kios Mawar, terjadi percakapan.
            “Tunggu, Ririn! Aku hanya ingin tahu apa alasan mu lebih memilih dia.” Tanya lelaki itu.
            “Karena aku lebih bahagia bersamanya. Dia memberiku kebasan, tak pernah mengomentari kehidupanku.” Balas perempuan yang cantik itu. Dengan rok mini dan gaun merah muda, menambah keindahan bagi kaum Adam yang melihatnya.
“Tapi. . . Kulakukan itu untuk kebaikanmu juga.”
            “Sudahlah. Anggap saja hubungan kita telah berakhir. Dan aku tak butuh ceramah darimu!” sambil melangkah pergi, dan melepaskan tangan Derry yang sejak tadi menggenggamnya, sangat erat. “Ririn!”
Dengan kesal ia tak sengaja melihat ada setangkai bunga yang begitu indah di taman kecil pinggir trotoar. Tanpa pikir panjang, kemudian ia petik dengan harapan dapat merayu pacar yang meninggalkannya itu untuk meminta maaf.
            Ketika itu, Mawar berjalan di depan pintu untuk membuka kiosnya. Dan diambang pintu ia melihat laki-laki itu berlari dan membawa setangkai mawar merah.
“Hey. . .! Jangan kau petik bunga itu!”
Apa mau dikata. Lelaki itu langsung lari. Tanpa menghiraukan Mawar.
            “Kenapa harus mawar itu?” desah Mawar “Kenapa?” ia tersungkur di depan pintu dan tak henti menangis.
***
            Entah kenapa lelaki tadi kembali.
            Melihat perempuan berjilbab sedang menangis sendiri di kios bunga, ia pun berhenti dan berkata. “Kenapa gadis cantik sepertimu menagis sendiri disini?”
Mawar punmengusap air matanya.
            “Saya. . .” sambil menghapus air mata dan melihat siapa yang menegurnya. “Kamu?? Kamu yang tadi memetik bunga saya, kan?” ia terbangun dari kursinya.
Lelaki itu kaget.
“Ohh, itu tanaman kamu?? Biar saya ganti. Berapa?”
            “Bunga itu tak ternilai harganya! Semua uangmu takkan cukup mengganti bunga itu.” Tanpa henti ia menangis.
            “hmm, terserah apa katamu! Saya rasa ini cukup untuk membeli lagi bibit baru”. Lalu menyimpan sejumlah uang seratus ribuan di atas meja kios.
            “Sebaiknya kamu ambil saja uang itu. Saya tidak membutuhkannya.”
            “What ever!” Berlalu tanpa pamit menuju BMW S 500 silver di seberang jalan.
            “Kamu tidak akan mengerti arti penting bunga mawar itu. Bunga pertama dari bibit yang saya tanam bersama almarhumah ibu.”
Dari rumah terdenger suara kakaknya memanggil.
            “Mawar!” panggil kakaknya. “Mawar!” suaranya mengeras.
            “Ia, Kak! Sebentar!”
            “Tolong belikan kopi di warung depan.”
            “Kenapa tidak beli sendiri? Toh tidak ada kerjaan kan?”
            “Jangan ceramah seperti ibu! Mau, kamu durhaka pada kakakmu ini?”
Mawar menurut saja.
“Percuma saja bicara pada Kakak. Takkan ia dengar!”
            Malam kian larut, hanya suara mesin kendaraan yang lalu-lintas di jalan raya depan rumah. Mawar terbangun. Ia pergi salat Tahajud. Ia berdoa untuk ibu dan ayahnya. Teringat kejadian tadi pagi membuat ia terlelap dalam sujudnya.
Jarum jam tak henti berputar pada porosnya, hingga ia terbangun oleh kokok ayam jantan tetangga, setelah tertidur selepas salat tadi malam.
***
            Sejak kejadian minggu kemarin, Derry sering datang ke kios Mawar. Hanya sekedar membeli setangkai mawar merah _entah ada apa dibalik itu semua_. Tak terasa kedekatan itu pun berlanjut. Derry seorang anak pengusaha besar di kotanya, berubah drastis seperti yang dikatakan ibunya yang pernah datang ke kios Mawar setelah beberapa hari membuntuti Derry. Pasa awalnya Ibu Derry mengetahui sosok Mawar _perempuan yang dikagumi anaknya_ hanya dari kisah yang sering Derry ceritakan. Mengetahui Mawar berasal dari kalangan orang yang tidak mampu _tidak sederajat status sosialnya_ Ibu Maryam sangat tidak menyukai Mawar. Sampai suatu hari, Ibu Maryam mengikuti anaknya ke kios Mawar. Dan akhirnya Ibu Maryam mengetahui bahwa Mawar adalah sahabat baik Ibu Mawar, mereka berpisah saat Ibu Maryam dilamar ayah Derry_yang seorang pengusaha_.
“Derry sebenarnya anak malas, jarang masuk kuliah. Ia juga sering menghambur-hamburkan uang pemberian ayahnya untuk berpesta bersama teman-temannya. Namun, beberapa minggu ini semua kebiasaan Derry menghilang. Mungkin ia berpikir dan terpengaruh oleh kehadiranmu, Mawar!” tutur Ibu Maryam panjang lebar.
Ditengah tahajudnya, Saat melantunkan doa untuk kedua orang tuanya, Mawar meneteskan air mata. Entah karena apa. “Mungkin karena kehadiaran lelaki itu!” ujarnya, “Ah, tak mungkin secepat ini.”
Kau telah mencuri hatiku
Seperti dulu,
Dengan mudah kau petik mawar
Kini aku masuk perangkapmu
Terjaring perasaan yang membekukan kalbu
Singkat. . . Tepat di tengah jantung Mawar!!
           
Delapan bulan kemudian. . .
“Kau gadis yang baik, yang pernah ku kenal.”
            “Tak ada manusia yang sempurna. Semuanya sama!”
            “Tapi taukah kau? Hanya orang yang jatuh cintalah yang melihat suatu kesempurnaan pada lawan jenisnya!”
            Mawar hanya terpaku. Mencermati perkataan Derry barusan. “Jatuh cinta?” bisiknya dalam hati. “Mungkinkah. . .”
            “Mawar! Aku ingin menikahimu. Setelah beberapa bulan kita bersahabat, aku rasa sudah cukup mengenal kepribadianmu yang istimewa.” Kata Derry. “Aku ingin menemanimu sebagai mukhrim yang sah, seperti yang sering kau katakan itu.” Derry memperlihatkan wajah seriusnya.
            “Entah dengan kalimat apa, harus aku sampaikan untuk mengucapkan terima kasih padamu. Jika niatmu tulus menikahiku, aku akan berbesar hati menerimanya.”
            “Benarkah? Sungguh aku merasa jadi laki-laki yang paling bahagia!”

            Mawar hanya memberikan senyuman kecil dari bibirnya yang merah tanpa polesan lipstick sedikit pun.
Ini adalah sebuah pilihan..!!
Jika Tuhan memberkati hubungan kami,
Ijinkan ikatan itu bersanding atas sunah Rosul-Mu,
Semoga kelak, menuntunku di jalan yang Kau ridai..
Syukur aku panjatkan pada-Mu..
Dan inilah yang terbaik bagiku, Bagi kami..

 
***TAMAT***
A.   Sinopsis
Pengarang menceritakan Mawar, seorang gadis solehah yang hidup bersama seorang kakaknya setelah kedua orang tuanya meninggal. Ia bekerja keras berjualan bunga di sebuah kios yang berada di depan rumahnya untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari. Sedangkan kakaknya, hanya pengangguran yang malas.     Sampai suatu pagi, mawar yang ia tanam bersama ibunya _dulu_, hari itu kuncupnya merah merekah, menebarkan aroma yang wangi, seakan membawa senyuman ibunya dari surga. Namun tiba-tiba ada seorang laki-laki yang memetik bunga itu. Mawar tak mampu berbuat apa-apa selain menangis dan meratapinya. Karena bunga itu tak dapat ia nikmati sampai layu dan berguguran dengan sendirinya.        Laki-laki yang memetik mawar di taman pagi itu _Derry namanya_, sering mendatangi kios Mawar. Ia kagum dengan kepribadian Mawar, sejak pertama mereka bertemu.
Namun, Ibu Maryam tidak menyukai hal itu karena Mawar berasal dari keluarga yang tidak sederajat dengan Derry yang seorang anak pengusaha sukses. Ia mengikuti Derry, sampai akhirnya ia tahu bahwa Mawar adalah anak sahabat karibnya dulu. Dengan kesabaran dan kerja keras Mawar dalam menghadapi kakaknya, akhirnya dapat mengubah kakaknya menjadi seorang yang rajin dan bertanggung jawab. Terutama pada anak dan mantan isterinya.
Di akhir cerita. pengarang juga menyampaikan bagaimana kesungguhan Derry dalam mencintai dan menyayangi Mawar dengan melamarnya saat ia sedang berziarah di makam orang tuanya.

B.    Unsur Intrinsik
Adapun unsur intrinsik yang terkandung dalam cerpen diatas adalah sebagai berikut.
1.    Tema                          :  Cinta Mawar
2.    Alur/plot
Adapun tahapan-tahapan alur dalam cerpen diatas, yaitu.
a.       Tahap Perkenalan        :  terdapat pada bagian ke 1 dan 2.
b.      Tahan Permasalahan    :  terdapat pada bagian ke 3.
c.       Tahap Klimaks             : terdapat pada bagian ke 4.
d.    Tahap Penyelesaian :  terdapat pada bagian ke 5.
3.   Latar
Dalam cerpen ini terdapat beberapa latar yang digunakan, diantaranya sebagai berikut.
a.    Latar Tempat            :  sebuah rumah, kios, dan pemakaman umum di tengah kota.
b.    Latar Waktu              :  latar waktu dalam cerpen didominasi pada saat pagi hari, sore hari, dan malam hari.
      Contoh                        :  “Malam kian larut, hanya suara mesin kendaraan yang lalu-lintas di jalan raya depan rumah. Mawar terbangun. Ia pergi salat Tahajud. Dan teringat kejadian tadi pagi, sampai ia terlelap dalap sujudnya.”
c.    Latar Sosial                :  Latar sosial yang digunakan adalah kehidupan seorang gadis penjaga kios dengan keluarga pengusaha.
d.    Latar Ruang              :  Kamar, kios.
4.    Tokoh dan Karakter   :  -Mawar (tokoh utama/protagonis), seorang gadis solehah yang rajin, pekerja keras dan bertanggung jawab.
-Derry, (tokoh utama/protagonis), baik, tidak sombong, tidak membedakan status sosial, sungguh-sungguh.
-Ibu Maryam (tokoh tambahan/antagonis), sombong, membedakan status sosial.
-Ridwan (tokoh tambahan/tritagonis), pemalas, tidak bertanggung jawab.
-Sandra (tokoh tambahan/protagonis), baik, suka membantu.
5.    Penokohan               :  Secara dramatikal
6.    Sudut Pandang         :  Orang pertama sebagai tokoh utama
7.    Gaya Bahasa              :  Bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti serta digunakan beberapa majas yang menambah keindahan bahasanya.
8.    Amanat                      :  -Kita harus rajin membantu orang tua, berbakti kepada yang lebih tua, selalu mendoakan (walaupun sudah tiada).
-tidak boleh membedakan status sosial antar sesama manusia.
-bersungguh-sungguh dalam mencapai tujuan.

C.   Unsur Ekstrinsik
1.    Unsur Agamis     :  Selalu mendoakan orang tua, walaupun sudah meninggal dengan berziarah ke makamnya.
2.    Unsur Moral       :  Berbakti kepada kakak, walaupun kakaknya tidak memperdulikannya.
3.    Unsur Didaktis   :  Rajin belajar untuk mencapai cita-cita, rajin bekerja/berusaha walupun kemampuan dari segi ekonomi terbatas.
4.   Unsur Sosial        :  Tidak membedakan status sosial/harta dan kedudukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar